Beranda | Artikel
Itidal: Rukun Shalat yang Wajib Disempurnakan
11 jam lalu

I’tidal: Rukun Shalat yang Wajib Disempurnakan ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Doa dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 5 Jumadil Awal 1447 H / 27 Oktober 2025 M.

Kajian Tentang I’tidal: Rukun Shalat yang Wajib Disempurnakan

Meningkatkan pengetahuan tentang ibadah yang mulia ini adalah suatu keharusan karena shalat adalah amal yang pertama kali akan dihisab. Di Hari Kiamat, Allah Azza wa Jalla akan menghisab semua amalan. Yang pertama kali dihisab adalah shalat. Seandainya shalatnya baik, maka semua amalan insyaallah juga akan baik. Sebaliknya, jika shalatnya tidak baik dan tidak benar, maka sisa semua amalannya pun tidak akan baik dan tidak benar.

Oleh karena itu, menyempurnakan shalat harus menjadi prioritas utama. Ada orang yang rajin sedekah, rajin umrah, atau rajin puasa. Semua itu adalah perbuatan yang baik. Namun, jika ada orang yang rajin umrah tetapi tidak shalat, atau rajin puasa sunah Senin-Kamis tetapi tidak shalat, atau shalatnya dikerjakan dengan asal-asalan, maka hal ini sangat mengkhawatirkan di Hari Kiamat. Amalan-amalan kebaikan yang sudah dikerjakan tadi bisa jadi tidak dianggap karena shalatnya tidak dikerjakan, atau dikerjakan hanya sekadar menggugurkan kewajiban.

Meluangkan waktu untuk mempelajari shalat, membenarkannya, dan menyempurnakannya harus dijadikan prioritas dalam kehidupan.

I’tidal Sebagai Rukun Shalat

I’tidal adalah berdiri tegak setelah rukuk, sebelum sujud. I’tidal dilakukan setelah rukuk dengan mengucapkan “سمع الله لمن حمده” (Sami’allahu liman hamidah), kemudian berdiri tegak. Berdiri tegak inilah yang dinamakan i’tidal.

I’tidal merupakan rukun shalat. Dalam shalat terdapat rukun, wajib, dan sunah. Yang harus dikerjakan adalah rukun.

  • Jika yang sunnah tidak dikerjakan, shalatnya tetap sah.
  • Jika yang wajib ditinggalkan karena lupa, masih bisa diganti dengan sujud sahwi di akhir shalat. Contohnya, jika lupa tidak duduk tasyahud awal, bisa diganti dengan sujud sahwi.
  • Jika rukun ditinggalkan, ia tidak bisa diganti. Oleh karena itu, jika seseorang meninggalkan rukun shalat, meskipun lupa, shalatnya tidak sah.

Lihat: Rukun-Rukun Shalat Beserta Penjelasannya

Contohnya, jika seseorang baru rukuk lalu langsung sujud tanpa i’tidal, shalatnya tidak sah. Hal ini menunjukkan tidak adanya toleransi dalam meninggalkan rukun.

Toleransi meninggalkan rukun hanya berlaku dalam satu kondisi, yaitu ketika seseorang memiliki uzur atau halangan syar’i, misalnya sakit parah. Sakit yang dimaksud adalah sakit yang membuat seseorang tidak bisa berdiri dan hanya bisa berbaring. Dalam kondisi ini, seseorang boleh tidak i’tidal karena ketidakmampuannya. Jika sakitnya ringan, ia tetap wajib i’tidal.

Contoh sakit parah yang dimaksud adalah stroke, atau baru menjalani operasi besar (seperti operasi cangkok hati) yang mengharuskan tidak bergerak sedikit pun selama sekian puluh jam. Jika dalam kondisi seperti itu, shalatnya tidak harus i’tidal, cukup menggunakan isyarat, seperti isyarat jari yang digerakkan atau isyarat mata yang dikedipkan. Inilah satu-satunya toleransi bagi orang yang boleh meninggalkan i’tidal, yaitu ketika sakit parah dan tidak bisa bangkit dari berbaring.

Dalil Wajibnya I’tidal

Dalil bahwa i’tidal adalah rukun shalat terdapat dalam perintah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam banyak hadits. Salah satunya dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya tidak akan sempurna shalat seseorang sampai ketika dia bangkit dari rukuk dia mengucapkan, ‘سمع الله لمن حمده’ (Sami’allahu liman hamidah), hingga dia berdiri tegak.” (HR. Abu Dawud, disahihkan oleh Al-Albani)

Berdiri tegak setelah rukuk adalah i’tidal. Selain itu, berdiri tegak saat i’tidal harus dalam kondisi tumakninah. Tidak boleh berdiri i’tidal hanya sekadar formalitas. Contoh formalitas adalah berdiri tegak sekejap kemudian langsung sujud.

Hal ini sering terjadi, terutama saat shalat tarawih yang dilakukan dengan sangat cepat. Ada orang yang shalat tarawih sekian puluh rakaat dalam waktu tujuh menit. Pada kasus seperti ini, berdirinya saat i’tidal tidak sempurna. Seharusnya, setelah rukuk, seseorang berdiri dengan tumakninah.

Ada pula yang belum sempat berdiri tegak, yaitu masih miring separuh, sudah langsung sujud. Ia baru bangkit dari rukuk, tetapi punggungnya masih miring (belum tegak), sudah sujud. Ini berarti ia tidak i’tidal secara sempurna, padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkannya dalam banyak hadis.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا

“Kemudian bangkitlah dari rukuk hingga engkau berdiri tegak.” (HR. Bukhari)

Jika seseorang belum berdiri tegak dan sudah sujud, hal itu menyalahi apa yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Adapun seorang kakek sudah tidak bisa berdiri tegak karena bungkuk atau postur rangkanya sudah berubah, kondisi ini termasuk yang mendapatkan toleransi. Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Jika seseorang memang tidak mampu, itu tidak menjadi masalah.

Allah Ta’ala berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)

Dalam riwayat lain, terdapat penegasan mengenai i’tidal. Dalam hadits riwayat Ahmad, yang dishahihkan oleh Al-Arnaut, disebutkan, “Kemudian bangkitlah dari rukuk sampai engkau berdiri secara tumakninah.”

Lalu, apa itu tumakninah? Tumakninah adalah berdiri dengan sempurna. Berdiri dengan sempurna berarti seluruh tulang dan persendian kembali kepada posisi yang stabil dan lurus. Tubuh memiliki banyak tulang dan sendi. Maksud dari tumakninah adalah ketika tulang dan persendian itu kembali pada posisi normal, seperti orang berdiri sungguhan atau duduk sungguhan.

Jika seseorang belum berdiri dengan sempurna, masih dalam proses berdiri, maka tulang dan sendinya belum kembali pada posisi normal. Posisi normal adalah ketika ia sempat berdiri dan berdirinya sempurna.

Hal ini diperintahkan secara tegas oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau bersabda, “Ketika engkau mengangkat kepalamu setelah rukuk, maka tegakkanlah punggungmu sampai tulang-tulangmu kembali kepada sendi-sendi tempatnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, dinilai hasan oleh Imam Al-Iraqi)

Ini menunjukkan bahwa tumakninah harus sempurna. Ukuran tumakninah bukanlah menit, melainkan cukup untuk membaca bacaan teringkas, yaitu “ربنا ولك الحمد” (Rabbana wa lakal hamdu). Bahkan, masih ada bacaan kelanjutannya. Jika ada orang baru rukuk, kemudian baru membaca “Rabbana…” langsung sujud, berarti ia tidak masuk dalam kategori tumakninah.

Konsekuensi Meninggalkan Tumakninah

Seseorang tidak boleh menjadi makmum di belakang imam yang shalatnya tidak tumakninah. Jika shalat imam tidak sah, maka shalat makmumnya pun tidak sah.

Sebagai ilustrasi, jika imam saat tasyahud akhir buang angin dengan suara yang jelas, lalu ia melanjutkan shalatnya sampai selesai karena merasa tanggung atau malu, maka shalat imam itu batal. Jika imam tidak segera membatalkan shalatnya dan digantikan oleh makmum di belakangnya, maka shalat makmumnya pun batal. Tumakninah adalah rukun shalat. Jika imam tidak tumakninah, berarti ia meninggalkan rukun. Jika rukun ditinggalkan, shalatnya tidak sah, dan makmumnya pun mengalami imbas yang sama. Oleh karena itu, memilih imam menjadi hal yang penting.

Memilih imam tidak boleh sembarangan atau asal-asalan. Misalnya, anggapan bahwa yang berhaji harus menjadi imam, padahal belum tentu orang yang berhaji layak menjadi imam, kecuali ia berilmu dan memahami tentang salat.

Contoh kasus, ada dua orang, Si A sudah berhaji tetapi bacaan Qurannya masih belum bagus dan salatnya tidak tumakninah. Si B belum berhaji, tetapi bacaan Qurannya bagus dan salatnya tumakninah. Maka, yang lebih layak menjadi imam adalah Si B, meskipun ia belum berhaji. Syarat imam bukanlah harus sudah berhaji, tetapi shalatnya baik dan bacaannya benar.

Jika shalat tidak tumakninah, seseorang terancam dengan ancaman serius.

Pertama, shalatnya tidak akan dilihat oleh Allah.

Shalat adalah ibadah yang dipersembahkan kepada Allah. Jika shalat yang kita kerjakan tidak dilihat atau tidak dipedulikan oleh Allah, hal itu sangatlah berbahaya.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Allah tidak melihat shalat seorang hamba yang tidak menenangkan dengan sempurna tulang punggungnya saat rukuk dan sujudnya.” (HR. Ahmad, isnadnya dinilai shahih oleh Imam Al-Iraqi)

Kedua, shalatnya tidak sah.

Pernyataan bahwa shalat orang yang tidak tumakninah tidak sah memiliki dalil yang kuat. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak sah shalat seseorang yang tidak menenangkan dengan sempurna tulang punggungnya ketika rukuk dan ketika sujud.” (HR. Ibnu Majah, dinilai hasan shahih oleh Imam At-Tirmidzi)

Ini menegaskan bahwa tumakninah adalah rukun salat.

Setiap individu hendaknya mulai memperbaiki shalat masing-masing sebelum mengkritik orang lain. Lebih baik mengkritik diri sendiri. Setiap Muslim harus memperhatikan shalatnya, apakah masih shalat kilat atau shalat ekspres, dan apakah sudah menikmati shalat.

Salah satu cara untuk mencapai level menikmati shalat adalah dengan mengamalkan apa yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lakukan shalat dengan berusaha sesempurna mungkin, baik gerakannya, bacaannya, maupun kekhusyukannya. Semoga Allah membantu kita untuk terus bisa menyempurnakan shalat sehingga ketika dihisab nanti, shalat kita menjadi yang terbaik, dan amal-amal lainnya pun menjadi baik.

Download mp3 Kajian

Mari turut membagikan link download kajian Bacaan Rukuk “I’tidal: Rukun Shalat yang Wajib Disempurnakan” ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55730-itidal-rukun-shalat-yang-wajib-disempurnakan/